Kota Gresik yang Begitu-Begitu Saja

Mukaaaaaaavvvvvvv
2 min readApr 13, 2021

Aku yakin, setiap orang akan selalu rindu terhadap kampung halamannya, walaupun beribu kilo meter atau berjam jam untuk pulang, rindu itu seperti candu yang merangsek datang tiap momen tertentu.
.
Kurang lebih seminggu aku telah kembali ke perantauan, dari kampung halaman, yang sebenarnya nggak ada bagus bagusnya, selain UMK yang terhitung tinggi dari kota Jawa Timur yang lain dan juga kota wali apa lagi yang bisa disombongkan dari Gresik?.
.
Tujuh hari enam malam aku bermalam di kediaman orang tua ku, tujuh hari dan enam malam pula aku sering berkunjung ke kawan kawan lama, berdiskusi hingga mata merah (tentunya karena ngantuk bukan karena sativa), hingga mulut berbusa, tetap saja anomali dari penghuni kota ini dibulatkan pada problema yang "itu-itu" saja.
.
Hematku kota ini nggak kekurangan sdm yang progresip, dari yang fokus terhadap skena seni, skena suporter bola, skena pergerakan, skena politik kota, atau yang paling banyak adalah skena pembaharuan industri for poin o. Isu populis sering digodok dalam komun komun warkop yang menjamur itu, namun nyatanya dialektika itu hanya mandeg dalam situasi "rasan-rasan" dan heroisme.
.
Anomali yang lain ternyata muncul dari buruknya pengelolaan ruang publik yang ternyata hanya cukup tertuang dalam posisi perencanaan pembangunan kepentingan politis (ngeri gak tu bahasaku), artinya pembaharuan ruang publik hanya sebagai embel embel bagi masyarakat yang sangat konsumtif, ditambah lagi kepentingan masyarakat baru yang datang seperti arus balik bagi mereka.
.
Hasilnya adalah keberhasilan para pemegang modal menciptakan iklim kompetitif mana yang dapat bertahan akan mendapatkan ruang lebih besar, dan sisanya? Hanya mendapatkan ampas kehidupan, seperti; buangan limbah pabrik, pemiskinan yang terstruktur, hidup dalam kompetisi sesama komun, terlahir sebagai peniru bukan pembuat, dan terpinggirkannya masyarakat asli dari kerasnya kehidupan modern.
.
Caption ini tentunya terbuat dari perasaan rindu yang berlipat ganda, rindu itu bertransformasi menjadi sejumput keresahan terhadap pengalih-fungsian ruang publik dan kehidupan sosial di Kota Gresik, yang hari ini harapan masyarakatnya hanya dari nominal Rp 4.297.030,51 sahaja.

--

--